Showing posts with label Perjalanan Pulang. Show all posts
Showing posts with label Perjalanan Pulang. Show all posts

Friday, 2 January 2009

Berbagi Cinta

Sebelum berbicara dengan seorang pria yang ada disebelah bangku kosongku, aku menyempatkan membaca inspirasi yang ada di majalah maskapai yang berjudul "BERBAGI CINTA".


Bila ada ajakan untuk berbagi, apa yang ada dipikiran Anda? Mungkin berbagi dana, berbagi pakaian layak pakai, sembako, susu atau berbagi makanan. Ya, semua jawaban biasanya dalam bentuk materi. Itu mungkin karena di kepala kita telah tertancap ide-ide materialistik yang sudah menglobal: mengukur segala sesuatunya dengan materia dan kasat mata. Pengalaman nyata dari Ayah angkat saya mungkin bisa menjadi pelajaran bahwa berbagi tidaklah mesti berbentuk materi.

Setiap tahun Ayah angkat saya punya kebiasaan berkeliling ke berbagai panti asuhan dan rumah anak yatim. Kunjungan yang biasanya dilakukan dua kali, yaitu awal Ramadhan dan akhir Ramadhan. Kunjungan pertama adalah survei untuk mengetahui kebutuhan panti asuhan atau rumah yatim. Kunjungan kedua membawa bantuan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

Ketika berkunjung ke salah satu rumah yatim, Ayah angkat saya bertemu dengan seorang bocah manis dan lucu. Dia masih sekolah nol besar.

"Siapa namamu, nak?" sapa Ayah saya.

"Nama saya Nina, om" jawabnya manja.

"Nina sudah punya sepatu?" tanya ayah saya.

"Sudah, om, dikash Abah(Pemimpin panti). Nina juga sudha punya baju baru " ujar Nina.

"Kalu begitu Nina mau apa?" Tanya Ayah saya.

"Nggak ah...ntar Om marah," jawab Nina.

"Nggak sayang, Om nggak akan mara." Ayah saya menimpali.

"Nggak ah...Ntar Om marah,"Nina mengulang jawabannya.

Ayah saya berpikir, pasti yang diminta Nina adalah sesuatu yang mahal. Rasa keingintahuan Ayah saya semakin menjadi. Maka dia dekati Nina.

"Ayo, nak, katakan apa yang kamu minta sayang," pinta Ayah saya.

"Tapi janji, ya, Om tidak marah?" jawab Nina manja.

"Om janji tidak akan marah sayang," tegas Ayah saya.

"Bener Om nggak akan marah?" sambut Nina agak ragu.

Ayah saya menganggukkan kepala. Nina menatap tajam wajah Ayah saya. Sementara Ayah saya berpikir, "seberapa mahal sih yang bocah kecil ini minta sampai dia harus meyakinkan bahwa saya tidak akan marah?" sambil tersenyum Ayah saya mengatakan, "Ayo, nak, katakan jangan takut, Om tidak akan marah Nak."

"Bener ya Om nggak mara?" ujar Nina sambil terus menatap wajah Ayah saya.

Sekali lagi Ayah saya menganggukkan kepala. Dengan wajah berharap-harap cemas, Nina mengajukan permintaannya. "Mmmmmmmm, boleh gak mulai malam ini saya memanggil Om dengan panggilan AYAH? Nina sedih ga punya Ayah"

Mendengar jawaban itu, AYah saya tak kuasa membendung air matanya. Segera dipeluk Nina.

"Tentu, anakku...mulai hari ini Nina bileh menggail Ayah, bukan Om lagi".

Sambil memeluk erat ayah saya. dengan terisak Nina berkata, "Terima kasih ayah...terima kasih ayah."

Hari itu adalah jari yang takkan terlupakan buat Ayah saya. DIa habiskan waktu beberapa saat untuk bermain dan bercengkrama dengan Nina. Karena merasa belum memberikan sesuatu dalam berbentuk material kepada Nina, sebelum pulang Ayah bertanya lagi kepada Nina. "Anakku, sebelum lebaran nanti Ayah akan datang lagi kemari bersama ibu dan kakak-kakakmu. Apa yang kamu minta nak?"

"Kan udah tadu, Nina sudah boleh memanggil Ayah," jawab Nina.

"Nina masiih boleh minta lagi sama Ayah. Nina boleh minta sepeda, otopel atau yang lain, pasti Ayah kasih," jelas Ayah saya.

"Nanti kalau Ayah daang sama ibu kesini, aku minya Ayah bawa poto bareng yang ada Ayah, Ibu dan kakak-kakak Nina. Boleh kan, Ayah?"

Nina memohon sambil memegang tangan Ayah. Tiba-tiba kaki Ayah lunglai. Dia berlutut di depan Nina. Dia peluk lagi Nina sambil bertanya, :Buat apa foto itu, nak?"

"Nina ingin tunjukkan sama temen-temen Nina di sekolah, ini foto Ayah Nina, ini Ibu Nina, dan ini kakak-kakak Nina,"

Ayah saya memeluk Nina semakin erat, seolah tak mau berpisah dengan gadis kecil yang menjadi guru kehidupannya dihari itu.

Terima kash, nia. Meski usiamu masih belia kau telah mengajarkan keapda kamu tentang makna cinta. Berbagilah cinta, karena itu lebih bermakna dibandingkan dengan sesuatu yang kasat mata. Berbagilah cinta, maka kehidupan kita akan lebih bermakna. Berbagilah cinta agar orang lain merasakan keberadaan kita di dunia.

(Cerita ini diambil dari INSPIRASI majalah GARUDA Edisi Januari 2009, yang di buat oleh Jamil Azzaini).